Assalamualaykum, howdy, teman! Bagaimana kabar teman semua? Khusus untuk teman pedagang, kali ini, saya mau berbagi pengalaman saya membuat SIUP. Teman pedagang pasti sudah familier dong sama SIUP? Ta da! Benar! SIUP itu Surat Izin Usaha Perdagangan. SIUP juga bermacam-macam, ada yang mikro, kecil, menengah, dan besar/industri (CMIIW). Nah, sekarang, saya mau cerita pengalaman saya membuat SIUP perorangan kecil.
Seperti kebanyakan teman di sini, bekal awal saya sebelum membuat SIUP, ya browsing, tanya mbah google, tanya teman sesama pedagang, sampai mengintip postingan di forum komunitas terbesar di Indonesia juga, gan ๐. Bahkan, saya sempat sms-an sama notaris yang melayani jasa pembuatan SIUP juga, lho.ย Lama waktu pembuatan SIUP menurut notaris tadi pun luar biasa lama, dari urus SKDU (Surat Keterangan Domisili Usaha), sampai jadi SIUP, total 24 hari kerja, dengan total biaya 9,5 juta. Wow! Angka yang fantastis untuk ukuran SIUP kecil, begitu saya pikir. Langsung deh terbentuk persepsi bahwa mengurus SIUP itu ribet dan lama, harus melewati birokrasi yang njelimet, makan waktu, biaya yang dihabiskan pun nantinya besar juga. Persepsi yang buruk, bukan? ๐
Penasaran, saya konfirmasi lagi, ternyata itu untuk SIUP besar (perusahaan). Pantas saja lumayan ada harganya dan waktunya pun relatif lama. Waktu saya tanya tentang SIUP perorangan, Si Notaris tidak menjawab, tetapi justru balik bertanya mengenai domisili usaha saya. Saya pun tidak membalas sms tersebut karena “sibuk” cari info sana-sini, hehe maaf ya, pak/bu notaris โ. Lalu, berdasarkan informasi dan pengalaman kakak ipar saya, yang juga memiliki usaha yang sama dan kebetulan sudah lebih dahulu membuat SIUP, suami saya menganjurkan saya pergi ke kantor kelurahan dan meminta tolong dibuatkan SIUP. Saya pun pergi ke kantor kelurahan domisili usaha saya, dengan tujuan meminta bantuan petugas kelurahan untuk membuatkan saya SIUP (saya tinggal terima jadi, gitu–“khas” orang Indonesia ga sih, rajin pakai calo? hehe, ga juga ah, masih banyak kok yang mau “repot”).
Dengan semangat 45 karena sudah menemukan solusi, beberapa hari yang lalu, saya mampir ke kantor kelurahan Cipinang. Saya pun langsung menuju tempat duduk petugas yang di depan (saya pikir front office gitu). Saya langsung bertanya tentang tujuan saya, meminta tolong dibuatkan SIUP, dengan bahasa yang sangat halus, yang intinya juga meminta Si Ibu petugas menjadi calo. Toh oknum petugas kelurahan di mana pun sama, doyan uang, terutama pungli, begitu pikir saya. Maklum, dari kecil saya hidup di lingkungan pedagang mikro, yang akrab dengan pungli dari pihak tertentu (sekarang, saya pikir, wajar saja kami dahulu jadi “incaran” oknum yang haus pungli, lha wong tempat usaha kami berdiri di atas tanah pemerintah ๐
), jadi sah-sah saja dong kalau saya mau menggunakan “jasa” mereka? ๐
Shame on me… Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…
Si ibu petugas kelurahan pun menjelaskan kepada saya detail pembuatan SIUP dan TDP, dengan ramah! Wow! Buat saya, itu sesuatu banget, sebab selama ini, pengalaman saya kurang menyenangkan dengan oknum petugas kelurahan (saya beberapa kali menemani [suami, keluarga, teman] ke beberapa kelurahan, dan ya gitu deh… tulisannya doang gratis, tetapi tetap saja ada ongkos ketik lah, sumbangan sukarela lah, pokoknya, ada saja alasan untuk pungli). Ternyata, si ibu adalah petugas pelaksana PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kelurahan Cipinang, kita sebut saja ibu Mawar (kaya di kasus kriminal aja ya? Hehe). Jadi, kalau teman-teman berencana membuat SIUP, langkah pertama, coba datang ke PTSP kelurahan domisili usaha teman-teman.
Saya pun diajukan beberapa pertanyaan pengkajian. Di mana lokasi usaha saya, berapa modal usaha saya, apakah tempat usaha saya milik sendiri, dll. Lalu, saya pun diperlihatkan peta zona peruntukan wilayahย Kelurahan Cipinang. Ternyata, tempat usaha saya berada di zona cokelat muda, yang termasuk zona campuran. Zona cokelat tua berarti zona layanan umum, seperti sekolah/RS/terminal, zona merah berarti tanah pemerintah, zona kuning berarti perumahan, zona hijau tua berarti taman/ruang terbuka hijau (RTH), zona hijauย stabilo berarti zona pemakaman, dan zona ungu zona perdagangan & perkantoran. Zona peruntukan wilayah tersebut dapat dilihat di kelurahan/kecamatan (Gambar 1). SIUP hanya dapat diterbitkan untuk lokasi usaha di zona cokelat muda dan ungu saja. Selebihnya, tidak bisa. Alhamdulillah, berarti saya bisa dibuatkan SIUP ๐ฅ. Jadi, sekarang, kita pun harus teliti memilih tempat usaha, agar ke depannya mudah mengurus perizinan. Jangan ragu untuk bertanya ke kantor kelurahan setempat ya, teman.
Gambar 1. Zona peruntukan wilayah Kecamatan Pulogadung. Perhatikan warna zona ya, teman ;).
Kembali lagi ke SIUP saya, zona sudah ok, tetapi berdasarkan jumlah modal, ternyata saya harus membuat SIUP ke kantor kecamatan. Ibu Mawar menjelaskan, bahwa sekarang kewenangan sudah dibagi-bagi ke berbagai PTSP, baik kelurahan, kecamatan, kotamadya, maupun provinsi, sehingga memudahkan para pedagang seperti kita untuk mengurus SIUP dan TDP. Ibu Mawar pun menjelaskan, bahwa sekarang sudah tidak ada pungli, pembuatan SIUP gratis. Ya, kalaupun dikenakan biaya administrasi untuk urusan tertentu, kita tinggal membayar via Bank DKI jadi sebaiknya saya mengurus sendiri saja. Wooowww ๐ฎ
Penjelasan yang menyenangkan dari orang yang tampak bekerja dengan ikhlas. Tidak sampai di situ, ternyata, baik sekali ibu Mawar ini, beliau sampai menjelaskan posisi dan jalur tempuh paling efektif ke kantor Kecamatan Pulogadung–padahal saya sudah sering lewat gedung itu. Benar-benar PTSP paket lengkap, dalam pandangan saya. Padahal, niat saya semula mencari “calo” untuk membuatkan saya SIUP. Tidak semua pelayanan di kelurahan itu menyebalkan, Jendral! ๐
Keesokan harinya, saya pun cusss ke kantor Kecamatan Pulogadung, ke PTSP juga. Ambil nomor antrean untuk perizinan, lalu duduk manis sambil mengobrol dengan anak tercinta. Tidak berapa lama, nomor antrean saya dipanggil. Saya pun menghampiri ibu petugas PTSP bagian perizinan, sebut saja ibu Melati. Saya pun langsung mengutarakan niat saya, membuat SIUP. Sama dengan ibu Mawar, ibu Melati pun menanyakan besar modal/kekayaan bersih saya, untuk menentukan kategori SIUP yang akan saya buat. Berikut kategori singkatnya, berdasarkan modal/kekayaan bersih:
1. Kurang dari 50 jt: SIUP mikro, dibuat di PTSP kelurahan.
2. 100-500 jt: SIUP kecil, dibuat di PTSP kecamatan.
3. Di atas 500 jt – xxx (maaf, saya tidak menanyakan lebih lanjut): SIUP menengah, dibuat di PTSP walikota.
Mungkin ada kategori lanjutannya, tetapi saya tidak bertanya lebih lanjut karena antrean cukup panjang dan saya membawa anak saya yang masih todler (khawatir keburu rewel, hehe).
Lalu, ibu Melati mencetakkan persyaratan untuk membuat SIUP kecil perorangan (Gambar 2).
Gambar 2. Persyaratan izin baru SIUP.
Semua formulir pernyataan butir 1-4 pun sudah tersedia, hanya sayang, pada saat tersebut stok formulir tersebut habis. Ibu Melati pun meminta alamat email saya dan berjanji akan mengirimkan formulir tersebut via email selepas jam istirahat.ย Ibu Melati pun memberikan saya nomor telepon PTSP Pulogadung, kalau-kalau ada yang ingin saya tanyakan lagi atau jika email yang dimaksud belum saya terima. Saya pun pulang dengan senang karena mendapat pelayanan yang ok.
Sampai pukul 14.00, saya belum mendapat email yang saya minta. Saya pun mengirim SMS ke nomor PTSP Pulogadung. Selang beberapa menit, email yang saya minta pun datang. Dengan komunikasi yang menyenangkan pula. Senangnya… โบ
Saya pun membaca lagi persyaratan pembuatan baru SIUP dengan saksama. Perhatian saya tertuju pada butir 9. Pernyataan peruntukan zona dari kelurahan. Berarti saya harus membuat SKDU terlebih dahulu.
Keesokan harinya, saya langsung bergegas ke rumah ibu RT domisili usaha saya untuk dibuatkan surat pengantar pembuatan SKDU guna melengkapi syarat SIUP. Ternyata, ibu RT domisili usaha saya luar biasa ok, teman. Bukan hanya cantik, pintar, tetapi juga memudahkan warga. Demikian pula dengan ibu RW, yang kebetulan ibu kandung si Ibu RT, seru, kan? Alhamdulillah, semua serba dimudahkan. Tidak sampai setengah jam, surat pengantar saya pun jadi.
Kemudian, saya kembali ke PTSP Kelurahan Cipinang membawa surat pengantar RT/RW. Saya pun kembali bertemu dengan ibu Mawar. Ibu Mawar pun mengambil berkas saya. Ternyata, ada beberapa formulir yang harus saya isi, yaitu: surat pernyataan lokasi usaha (dibubuhi ttd RT dan RW, diberi cap) yang ditandatangani di atas materai dan surat pernyataan izin tetangga bahwa usaha kita tidak mengganggu lingkungan sekitar (ditanda tangani oleh minimal 4 tetangga domisili usaha + KTP). Untuk usaha makanan-minuman, ada juga surat pernyataan usaha non-minimarket. Saya juga harus menyerahkan foto tampak depan toko saya (Gambar 3). Jangan lupa, sertakan juga peta lokasi toko (boleh dari google map, tetapi alhamdulillah, saya diberi peta oleh ibu Mawar, asik, kan? ;)). Saya pun harus menyerahkan fotokopi PBB tempat usaha saya beserta surat kontrak tempat usaha (kebetulan saya masih mengontrak). Sambil menunggu saya melengkapi data tadi (karena ada yang tertinggal), staf lapangan PTSP kelurahan akan menyurvei lokasi usaha saya.
Gambar 3. Tunas Jaya Motor Cipinang. Silakan mampir, monggo pilih sparepartnya ๐.
Sore harinya, saya mendapat telepon dari ibu Mawar bahwa staf lapangan PTSP sudah menyurvei tempat usaha saya (sekaligus mengambil foto untuk dicocokkan dengan foto yang saya serahkan pada berkas) untuk memvalidasi zona peruntukan wilayah dan memastikan bahwa usaha saya benar ada. Ternyata, semua memenuhi syarat sehingga saya dapat memperoleh SKDU dengan keterangan peruntukan zona wilayah.
Keesokan harinya, setelah saya melengkapi semua data dan persyaratan, saya kembali ke PTSP Cipinang. Segera setelah saya serahkan persyaratan SKDU, ibu Mawar meminta sekretaris mengetikkan SKDU tersebut. Tidak sampai 10 menit, SKDU saya jadi! Ibu Mawar memperlihatkan surat tersebut kepada saya sebelum menandatanganinya, kalau-kalau ada yang kurang atau tidak sesuai kebutuhan saya. Setelah saya validasi kelengkapan keterangan yang saya butuhkan, ibu Mawar pun menandatangani SKDU saya. Voila, SKDU saya pun sudah jadi (Gambar 4). Biayanya? GRATIS! ๐
Gambar 4. Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU). Sebenarnya, pembuatan SIUP tidak mensyaratkan SKDU, melainkan surat keterangan peruntukan zona wilayah dari kelurahan. Akan tetapi, biar sekalian, saya meminta SKDU juga ๐.
Jadi, persyaratan dan alur pembuatan SKDU, antara lain:
1. Ke ketua RT dan RW untuk mendapat surat pengantar RT/RW.
2. Melengkapi dan menandatangani surat pernyataan lokasi usaha (sudah ada formatnya dari kelurahan).
3. Melengkapi dan menandatangani surat pernyataan penghasilan sektor informal.
4. Surat izin tetangga (format sudah ada juga) + KTP.
5. FC KTP.
6. FC KK (jika pemilik usaha perempuan).
7. FC NPWP.
8. Foto tampak depan lokasi usaha.
9. Peta tempat usaha.
Selanjutnya, saya pergi ke PTSP Kecamatan Pulogadung, menyerahkan semua berkas persyaratan. Setelah diperiksa dan lengkap, saya pun mendapat tanda terima penyerahan berkas permohonan SIUP kecil perorangan (Gambar 5) dan tinggal menunggu petugas lapangan PTSP kecamatan untuk survei. Ternyata, petugas tersebut menyurvei dua hari setelah saya menyerahkan berkas. Wuih, sekarang semua benar sesuai prosedur ya, survei saja sampai dua kali, oleh kelurahan dan kecamatan–double check gitu kali ya, menghindari keluarnya izin untuk usaha “siluman” yang biasanya diperlukan hanya untuk mengejar tender. Ibu Mawar pun mengatakan, sekarang ia sering mendapat “protes” atau “omelan” dari oknum pengusaha yang memiliki perusahaan “siluman” tadi karena tidak mengeluarkan izin secara sembarangan. Keren! ๐.
Gambar 5. Bukti penyerahan berkas permohonan SIUP dari PTSP kecamatan.
Oh iya, sekadar saran, agar lebih efektif dan tidak mondar-mandir seperti saya, sebagaimana saya tulis di awal, kalau mau membuat SIUP, pertama-tama langsung ke kelurahan saja dahulu, paling enak pagi pukul 9-an. Tanya-tanya, sekaligus meminta format surat/berkas persyaratan. Kalau sempat, siangnya sekalian ke kecamatan, meminta format berkas yang harus dilengkapi. Sorenya, ke RT/RW (jangan lupa minta ttd, cap, dan fotokopi KTP di format surat pernyataan domisili usaha) dan tetangga (sekalian dengan pemilik kontrakan jika masih mengontrak, untuk meminta fotokopi PBB dan surat kontrak). Lalu, isi dan lengkapi berkas dan kembalikan ke kelurahan serta tunggu disurvei (alhamdulillah saya disurvei pada hari yang sama saya menyerahkan berkas, padahal belum lengkap juga, hehe). Setelah ok dan mendapat SKDU, baru ke kecamatan, menyerahkan semua berkas. Tunggu survei kedua dari kecamatan, dan, 2 hari setelahnya, SIUP sudah dapat diambil ๐. Sketsa alur tersebut terlihat pada Gambar 6. Relatif tidak repot, bukan?
Gambar 6. Gambaran sederhana alur pembuatan SIUP kecil perorangan yang ideal dan efisien.
Oh iya, ini penampakan SIUP saya (Gambar 7).
Gambar 7. SIUP kecil perorangan Tunas Jaya Motor Cipinang. SIUP ini terbit berkat kerja sama saya, suami, anak, dan ibu saya, serta pelayanan yang ok punya dari ibu RT dan ibu RW, para tetangga, serta staf PTSP Kelurahan Cipinang dan PTSP Kecamatan Pulogadung ๐.
Intinya, sekarang tidak perlu ragu dan enggan untuk mengurus sesuatu, karena sudah ada PTSP yang memudahkan kita, gratis pula ๐ (beneran gratis, ya, bukan tulisannya doang ๐). Bahkan, di PTSP Pulogadung terpampang tulisan, “Memberi sesuatu kepada petugas adalah pelanggaran hukum” dan “hati-hati dengan CCTV” (Gambar 8), mantap ga tuh? Di samping itu, kita juga harus menandatangani surat pernyataan 3 poin, yang salah satunya berbunyi, “tidak menjanjikan atau memberikan apa pun kepada petugas” (lihat Gambar 1). Semoga ke depannya pelayanan publik semakin baik lagi ๐ dan semakin memudahkan kita para pedagang kecil, biar generasi muda semakin banyak yang menjadi wirausahawan ๐.
Gambar 8. Peringatan, menandakan layanan publik bebas-pungli di PTSP Pulogadung.
Yak, segitu dulu share pengalaman saya. Mudah-mudahan ngerasain serunya juga, ya, teman :). Berharap bermanfaat :). Da dah, wassalam.